Indonesia Youth Forum 2014: Pelajaran Perjalanan

Senin malam 19 Mei 2014 tepat pukul 22.00 WIB, aku bersiap-siap untuk merapikan barang-barang bawaan dalam koper dan tas punggung milikku. Dengan diantar pak RT kos-kosan, aku menuju gerbang depan UNS untuk menemui mas Jedy (mahasiswa Pendidikan Teknik Bangunan FKIP UNS angkatan 2012) yang sepertinya telah menungguku cukup lama. Aku, mas Jedy dan mbak Inayah (mahasiswi Pendidikan Kimia FKIP UNS angkatan 2011) akan memulai perjalanan panjang menuju Indonesia Youth Forum 2014 di Wakatobi. Untuk menekan mahalnya harga tiket pesawat, kami memutuskan untuk terbang dari Surabaya di bandara Internasional Juanda.

Kami menaiki bus jurusan Solo-Surabaya dengan sangat nyaman pada pukul 22.30 WIB. Seketika pikiran ini memvisualisasikan apa yang pernah kurasakan saat mengikuti beberapa event di tahun-tahun sebelumnyaHal yang cenderung aku ingat ketika mengikuti suatu acara adalah perjalanannya. Aku sebenarnya tak begitu paham terhadap kebahagiaan diri, yang terasa hanya dapat kunikmati sendiri. Dedaunan, lampu jalan dan aktivitas-aktivitas rutin manusia menjadi tontonan bagiku ketika berada dalam satu perjalanan. Aku berusaha untuk mengilhami apa yang terjadi dalam kehidupan ini. Semuanya terasa silih berganti dan senantiasa beradu persepsi dalam bingkai sebuah ilusi.

Karena suasana bus yang begitu nyaman dan aku telah cukup lelah mengingat "motion sickness" yang aku miliki. Aku memutuskan untuk melupakan semuanya dan memilih untuk tidur, dengan sesekali mengobrol dengan mas Jedy yang duduk di sebelahku. Sungguh, perjalanan ini akan jadi perjalanan hebat yang Allah berikan padaku. Sempat tak begitu percaya bahwa aku akan terbang ke pulau lain. Kejutan yang begitu menggembirakan menurutku.

Sesampainya di terminal Bungurasih Surabaya, suasana subuh mulai terasa dan seperti biasa otak ini mulai memutar memori yang terjadi setahun yang lalu, disaat aku, mbak Nabila, mas Robby, mas Bagus dan mas Sigit dari UNDIP serta mbak Dian dari UNAKI Semarang yang sedang menuju ITS Surabaya untuk mengikuti summit tentang lingkungan hidup. Dan kini, aku berada di terminal yang sama seperti tahun lalu. Sungguh, jika dapat kuruntut ke belakang, aku masih ingat betul detil-detil apa yang terjadi tahun lalu di terminal Bungurasih. Setiap sudut terminal seolah-olah ingin menceritakan cerita-cerita indah yang tergores rapi olehku tahun lalu. Aku seperti bernostalgia dengan diriku sendiri dalam waktu dan dimensi yang berbeda.

Akibat linglung dan suasana yang masih serba ngantuk, kami tak begitu sadar jika koper-koper kami telah diangkut oleh ketiga orang misterius yang kami sangka sebagai kru supir taksi. Kami berniat untuk menuju bandara Internasional Juanda dengan menggunakan taksi. Tanpa pikir panjang, kami memutuskan menuju bandara untuk melaksanakan shalat Subuh di sana. Ketika koper-koper telah selesai dibereskan, kami dikagetkan dengan ketiga orang misterius tadi yang dengan mudahnya mengatakan "mas, ongkosnya 15 ribu per orang". Beberapa detik terasa hening dan aku segera menyeletuk "Mahal banget pak". Kami baru sadar bahwa ketiga orang tersebut adalah kuli panggul di terminal. Kami akhirnya membayar Rp 45.000 untuk tiga orang atas jasa kuli panggul tersebut. Seusai kejadian itu, sang supir taksi berkomentar "Mas, mas, tadi kalian kasih Rp 5000 saja. Mereka pasti tetap nerima. Yang nyuruh ngangkat koper kalian siapa? Mereka sendiri kan? Saya kok nggak suka sama orang yang nggak jujur begitu. Saya takut nggak barokah rezekinya". Aku hanya tersenyum simpul mendengar komentar supir taksi yang menurutku baik hati itu.

Sesampainya di bandara, kami melaksanakan shalat dan mandi di kamar mandi masjid At-Taqwa. Sebuah masjid bandara pertama kali yang aku masuki. Bahkan, tak pernah sedikitpun diri ini memiliki imajinasi masuk dalam sebuah bandara dan akan terbang dari bandara itu. Kami akan terbang menggunakan pesawat Sriwijaya dengan tujuan penerbangan Surabaya-Makassar yang dilanjutkan dengan penerbangan Makassar-Kendari. Untuk menunggu waktu penerbangan yang masih beberapa jam lagi, aku dan mas Jedy dengan penuh perhatian mendengarkan cerita-cerita pengalaman mbak Inayah yang telah berkeliling Indonesia dan luar negeri.

Masjid At-Taqwa Bandara Internasional Juanda, Surabaya
Masjid At-Taqwa Bandara Internasional Juanda, Surabaya

Bandara Internasional Juanda, Surabaya
Bandara Internasional Juanda, Surabaya

Bandara Internasional Juanda, Surabaya
Bandara Internasional Juanda, Surabaya

Setelah itu, kami memutuskan untuk makan di sebuah restoran kawasan International Departure. Kami sangat memahami bahwa harga makanan akan sangat mahal di sana. Tapi, kami tetap harus makan untuk menjaga kesehatan tubuh kami selama berpergian dan memaknai pengalaman makan di sebuah bandara internasional. Sepiring gado-gado dengan harga Rp 26.000 dan es sirup seharga Rp 13.000 menjadi santapanku pagi itu. Aku sejenak berpikir, atas dasar apa banyak orang yang mau membeli makanan semahal ini? Apakah bandara memang tempat orang-orang kelas menengah ke atas yang terkesan mudah mendapatkan dan mengeluarkan uang? Kuamati banyak orang mengenakan kemeja dan jas sedang sibuk mengobrol dengan rekan bisnisnya. Mungkin mereka sedang menjalin hubungan kerjasama untuk mencapai suatu tujuan.

Kami akhirnya bertemu dengan Rina dari SMAN 4 Magelang dan mas Agus dari Teknik Kimia UNNES yang juga merupakan delegasi dalam forum ini. Senang rasanya dapat bertemu dengan mereka setelah beberapa kali berkomunikasi melalui Facebook dan SMS. Perasaan senang semakin terasa ketika aku mengetahui bahwa mas Agus adalah orang Demak. Dia tinggal di kecamatan Mranggen, kabupaten Demak. Sebuah anugerah yang luar biasa, dua orang pemuda dari Demak dapat menjadi delegasi dalam forum hebat ini.

Sebelum melakukan check-in, aku dan mbak Inayah masih dipusingkan dengan masalah bahwa kami berdua kehabisan tiket pesawat dari Kendari ke Wakatobi. Kami tak pernah menyangka hal ini dapat terjadi. Kami sebenarnya menanti mas Jedy yang tak kunjung mendapatkan dana yang akhirnya berimbas pada ketidakbisaannya untuk membeli tiket. Namun, seketika kami dikagetkan bahwa mas Jedy telah membeli semua tiket pergi dan pulang secara sendiri. Sementara, kami berdua yang sebenarnya sudah memiliki uang untuk memesan tiket malah kehabisan.

Kami berdua sempat menyatakan kebingungan kami kepada petugas check-in maskapai Sriwijaya. Kami hendak mencari alternatif agar kami tetap dapat sampai di Wakatobi tepat waktu tanpa melewatkan acara apapun dalam forum itu. Ketika berkonsultasi dan mencari informasi melalui situs pemesanan tiket pesawat online, kami berinisiatif untuk putus jalur di Makassar dan melanjutkan perjalanan kami untuk pergi ke kota Bau-Bau dengan harapan dapat naik kapal ke Wakatobi.

Menurutku, bandara merupakan tempat umum yang memiliki sistem yang cukup baik. Dari mulai check-inmetal detector, bagasi, airport-taxboarding-pass sampai ruang tunggu beberepa gate yang tersusun secara rapi dan sistematis. Sistem kontrol dan pengumuman bandara juga sangat modern dan terkesan minimalis. Penerbangan ini akan jadi penerbangan pertama dalam hidupku. Sebelumnya, aku belum pernah naik alat transportasi udara ini. Namun, Allah mengizinkanku untuk dapat menaikinya melalui acara ini.

Boarding-pass Pertamaku
Boarding-pass Pertamaku

Di ruang tunggu, kami bertemu dengan delegasi IYF lainnya yang berasal dari Universitas Brawijaya, Universitas Airlangga, Universitas Malang dan lain sebagainya. Kami terasa telah berteman lama, meskipun kami baru saja bertemu langsung waktu itu. Canda dan tawa pun dengan mudah terurai dalam sesi menunggu pesawat yang sedang delay. Aku dan mbak Inayah memutuskan untuk berhenti sejenak di Makassar untuk mencari tahu alternatif lain agar bisa sampai ke Wakatobi. Hal ini kami lakukan dengan menimbang  pendapat dari karyawan Sriwijaya untuk berhenti dulu di Makassar. Jika kami jadi membeli tiket ke Bau-Bau, maka kami tidak perlu melanjutkan terbang dari Makassar ke Kendari. Namun, jika kami tidak jadi membeli tiket karena kehabisan tiket atau karena faktor-faktor lainnya, kami terpaksa harus check-in ulang di bandara Internasional Sultan Hasanudin Makassar untuk dapat melanjutkan penerbangan ke Kendari.

Mas Agus (kiri) dan Rina (kanan) saat mengobrol bersama di ruang tunggu Bandara Internasional Juanda, Surabaya
Mas Agus (kiri) dan Rina (kanan) saat mengobrol bersama di ruang tunggu Bandara Internasional Juanda, Surabaya

Aku dan mas Jedy di ruang tunggu Bandara Internasional Juanda, Surabaya
Aku dan mas Jedy di ruang tunggu Bandara Internasional Juanda, Surabaya

Suara bising mesin pesawat terdengar sangat kuat di telingaku. Beginikah rasanya orang yang akan naik pesawat ya Allah? Aku masih saja tak percaya bahwa aku benar-benar mewakili kampusku untuk pergi menjadi delegasi di Wakatobi. Aku masih ingat tentang keinginan kuatku untuk dapat mewakili Jawa Tengah dalam LCC 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara saat masa-masa SMA. Keinginan tersebut sebenarnya dilandasi oleh keinginan kuat agar dapat naik pesawat gratis ke Jakarta. Dan sekarang, aku akan naik pesawat meskipun dalam bentuk perjalanan yang berbeda.

Saat penumpang akan memasuki pesawat
Saat penumpang akan memasuki pesawat

Keadaan di dalam pesawat sebelum take-off position
Keadaan di dalam pesawat sebelum take-off position

"Selamat datang di pesawat Sriwijaya dengan nomor penerbangan SJ-0564 tujuan Surabaya-Makassar. Pesawat ini dipimpin oleh pilot ......... Jelajah penerbangan ini adalah 38.000 kaki di atas permukaan laut. Penerbangan ini membutuhkan waktu .......... Pesawat dilengkapi dengan dua pintu darurat yang terletak di kabin bagian depan dan kabin bagian belakang. Jangan lupa kencangkan sabuk pengaman Anda secara benar. Pelampung terdapat di bawah kursi Anda dan hanya digunakan ketika keadaan darurat. Lampu-lampu di bawah akan menyala dan menuntun Anda menuju pintu darurat". Begitulah sepenggal paragraf yang aku dengar ketika memasuki pesawat Sriwijaya. Pramugari dengan sabarnya memperagakan cara memakai sabuk pengaman, baju pelampung dan penggunaan oksigen sebagai bentuk ketaatan mereka terhadap peraturan perundang-undangan.

Pada saat itu, aku baru tahu jika pesawat harus memutar sekali di landasan pacu dan berbalik arah dengan kecepatan tinggi hingga take-off dilakukan.  "Dalam beberapa saat lagi, pesawat akan melakukan take-off. Jangan lupa untuk tetap menggunakan sabuk pengaman Anda hingga lampu peringatan pemakaian sabuk pengaman dipadamkan".

"Pilot take-off postition"

Ya, aku merasakan take-off pertama kaliku dengan bahagia. Terasa seperti naik lift ke lantai atas yang terkadang secara tiba-tiba terasa seperti turun ke lantai bawah. Keadaan pesawat cenderung miring ke atas hingga mencapai ketinggian jelajah yang ditetapkan. Yang tak aku habis pikir adalah ide dan pikiran manusia yang membuat alat transportasi udara ini. Bagaimana bisa transportasi seberat pesawat dapat terbang di udara dengan memanfaatkan turbulensi udara? Speechless diberikan kesempatan untuk dapat melihat pemandangan bumi melalui pesawat. Namun, dibalik kegembiraan tersebut aku dan mbak Inayah masih tak tahu apakah kami akan bisa sampai di Wakatobi tepat waktu.[bersambung]

Pemandangan dari dalam pesawat saat terbang di udara
Pemandangan dari dalam pesawat saat terbang di udara

0 komentar: